Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MANUSIA HARIMAU: KISAH SI PAHITLIDAH DARI SEMIDANG

Ilustrasi Serunting atau Si Pahitlidah

Serunting hidup di Padang Langgar di Pasemah Lébar. Ia tak memiliki ayah maupun ibu, dan semua orang tahu bahwa ia sakti — dianugerahi kekuatan dari dunia lain. Ia telah menikah dengan Putri Bidadari, saudara perempuan dari Ario Tebing, seorang pria sakti lainnya di Pasemah.

Para peladang membuka ladang mereka di hutan lebat, bersebelahan satu sama lain; hanya sebatang pohon tumbang yang menjadi batas. Namun di sisi sawah milik Ario Tebing, kulit pohon itu berubah menjadi emas, sedangkan di sisi milik Serunting hanya tumbuh jamur dan cendawan. Meskipun kadang-kadang Serunting membalik batang pohon itu diam-diam di malam hari, emas tetap saja berada di sisi sang ipar, dan jamur tetap tumbuh di sisinya.

Hal ini membuat pria perkasa itu merasa terhina, lalu ia mengeruk emas dari sisi saudaranya ke pihaknya sendiri. Namun kemudian terjadilah pertengkaran hebat, dan akhirnya meledaklah pertempuran hidup dan mati antara kedua ipar itu beserta para pengikut mereka.

Karena mereka sama-sama "sakti" (memiliki kekuatan gaib), tidak ada yang bisa mengalahkan yang lain. Namun Ario Tebing memperhatikan satu hal: setiap kali ia meneriaki iparnya di tengah pertempuran, suara balasan dari Serunting selalu datang dari arah yang berbeda-beda.

Pertarungan Si Pahitlidah dengan iparnya, Ario Tebing

Ario Tebing lalu memutuskan untuk menunda pertempuran hingga ia mengetahui rahasia kekuatan iparnya, dan ia membujuk adiknya untuk membongkar rahasia itu dari sang suami.

Pada suatu hari yang panas, ketika Serunting pulang dari mandi di sungai, istrinya menawarkan untuk membersihkan rambut panjangnya. Sentuhan lembut tangan sang istri membuat pikirannya mengantuk. Ketika istrinya melihat suaminya telah terlena, ia menjebaknya dengan perangkap halus untuk mengungkapkan rahasianya. Dia merayu-rayu sambil bernyanyi-nyanyi merdu, hingga akhirnya Serunting tanpa sadar mengatakan kelembahan ilmu yang dimiliki.

"Lihatlah sekeliling," kata Serunting, "jika ada satu helai alang-alang yang bergetar, di sanalah jiwaku kusembunyikan; tidak ada yang tahu hal ini, dan karena itu aku tak bisa dibunuh. Tapi andai orang tahu, mereka masih bisa melukaiku dengan menusuk daun itu memakai batang bemban!"

Keesokan harinya, ia pun mengatakan kepada saudaranya bahwa Serunting memiliki kemampuan menyembunyikan jiwanya di sehelai daun alang-alang.

Segera setelah itu, Ario Tebing melanjutkan kembali permusuhan.

Tak lama, ia mendapatkan kesempatan untuk menusuk sehelai alang-alang yang bergetar dengan sebatang bemban, maka para prajurit melihat Serunting tiba-tiba terjatuh ke depan, dengan luka parah di kakinya. Dari sehelai daun yang patah terlihat menetes setitik darah.

Si Pahitlidah dikalahkan Ario Tebing
Serunting kalah dalam pertempuran. Dan dari tetesan darah itu, lahirlah Harimau Pincang pertama; keturunannya tinggal di lereng gunung berapi Dempo, dan bagi siapa pun selain keturunan Serunting, mereka adalah binatang yang paling ditakuti di hutan-hutan belantara Sumatra.

Serunting begitu terpukul oleh pengkhianatan itu, hingga ia memutuskan mencari kematian di laut. Ia membuat sebuah tempayan besar dari tanah liat, duduk di dalamnya, dan membiarkan dirinya mengapung turun mengikuti arus sungai.

Namun banjir besar menghantam tempayan itu ke arah laut, dan membawanya ke sebuah pulau.

Di pulau itu tinggal seorang pria tua yang berasal dari Majapahit. Serunting menceritakan segalanya, dan meminta bantuannya untuk membalas dendam.

"Buka mulutmu... ini bantuanku," kata si pria tua, lalu meludah ke dalam mulut Serunting yang terbuka.

Ketika Serunting yang keheranan berkata bahwa bantuan itu tampaknya tidak berarti, si kakek menyuruhnya memejamkan mata — dan ketika ia membukanya kembali, sang pria tua telah lenyap, dan Serunting mendapati dirinya telah kembali ke rumahnya sendiri.

Istrinya telah meninggal karena rasa bersalah dan penyesalan.

Orang-orang pun berdatangan untuk menyaksikan keajaiban ini. Sebuah pesta pun hendak diselenggarakan, dan Serunting menyuruh adiknya untuk segera mencuci beras di sungai.

Namun ketika ia agak lama tidak kembali, dan Serunting bergurau, "mungkin dia jadi batu!". Ternyata benar, mereka menemukan gadis itu di Padang Pejemuran telah berubah menjadi patung batu.

Serunting Sakti dan orang-orang yang hadir saat itu tiba-tiba menyadari bahwa ia telah memperoleh kekuatan mengerikan untuk mengutuk manusia menjadi batu, bahwa lidahnya tajam dan pahit. Maka sejak itu ia bergelar Si Pahitlidah.

Ario Tebing melarikan diri bersama seluruh pengikutnya ke arah barat, ke hutan-hutan lebat di Pegunungan Barisan. Di Gunung Patah, antara Pasemah Lébar dan marga Kelam.

Si Pahitlidah berhasil menyusul iparnya dan para pengikutnya, namun mereka bersembunyi dengan baik, sehingga Si Pahitlidah tidak bisa menemukan mereka. Lalu ia berseru: “Kalau begitu, menghilanglah untuk selamanya dan jadilah batu, atau penyebab segala macam penyakit!”

“Baik,” jawab Ario Tebing, “kami akan tinggal di Gunung Patah ini sebagai pembawa penyakit, dan jika anak-anak serta cucumu melewati tempat ini, kami akan membunuh mereka.”

Burung-burung kecil berwarna hijau, yang tidak ditemukan di tempat lain, masih menjaga celah pegunungan itu hingga kini, dan celakalah keturunan Serunting yang berani menantang paruh tajam mereka — hutan belantara yang sunyi tidak akan pernah melepaskan dia kembali.

Putri Bidadari telah melahirkan seorang putra untuk Serunting, yang dinamai Semidang Sakti, dan dialah yang menjadi leluhur dari suku besar Semidang, yang menetap dan berkembang di sebelah barat Gunung Patah, di pesisir barat Sumatra Selatan.

Salah satu pusat dari suku tersebut adalah daerah di sekitar sungai liar Padang Guci, yang menggulirkan batu-batu granitnya sebagai mainan bagi gelombang abadi — menggulirkan, menghaluskan, dan mengumpulkannya sepanjang mil-mil pantai.

diolah dari sumber: L.C. Westenenk, 1927.

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "MANUSIA HARIMAU: KISAH SI PAHITLIDAH DARI SEMIDANG "