CERITA RAKYAT SERAWAI: KERAMAT RIAK

Ilustrasi
Keramat Riak: Legenda yang Terlahir dari Keserakahan dan Keajaiban

Di pesisir selatan Bengkulu, terhampar sebuah dusun yang dulunya dikenal sebagai Riak Bakau, dipimpin oleh seorang raja gagah berani bernama Riak Bakau. Di jantung dusun, berdiri sebuah peseban megah, tempat para hulu balang dan raja bermusyawarah.
Suatu senja, seorang kakek renta dengan tongkat kayu dan jala emasnya tiba di peseban. Para hulu balang, terpesona oleh jala emas itu, menyambutnya dengan curiga.
"Wahai kakek, dari mana asalmu? Sungguh menakjubkan jala emasmu," tanya seorang hulu balang.
"Aku musafir, mencari keturunanku. Jala ini alatku mencari nafkah. Izinkan aku bersembahyang di sini," jawab sang kakek dengan ramah.
Para hulu balang, tergiur emas, mengizinkan sang kakek bersembahyang. Saat sang kakek khusyuk, mereka mencoba mengangkat jala itu, namun tak ada yang mampu.
"Raja, jala ini seperti memiliki kekuatan gaib," lapor seorang hulu balang kepada Riak Bakau.
Riak Bakau, penasaran, menemui sang kakek. "Wahai kakek, serahkan jala itu padaku," pintanya dengan angkuh.
"Maaf, Raja, jala ini tak bisa kuberikan. Ini bukan sekadar jala, tapi juga pelindungku," jawab sang kakek, yang ternyata bernama Syekh Abdullatif.
Riak Bakau, murka, menantang Syekh Abdullatif adu sabung ayam. "Jika ayammu kalah, jala itu milikku. Jika ayamku kalah, seluruh kerajaanku milikmu!"
Pertarungan sengit terjadi. Ayam Syekh Abdullatif, meski kecil, dengan gesit mengalahkan ayam Riak Bakau. Riak Bakau, malu dan marah, melanggar janjinya.
"Kita berperang!" teriak Riak Bakau, menghunus kerisnya.
"Perang bukan jalan keluar. Aku tak ingin hartamu, Raja. Aku hanya ingin melanjutkan perjalananku," kata Syekh Abdullatif dengan tenang.
Namun, Riak Bakau yang dibutakan keserakahan, menyerang Syekh Abdullatif dari belakang saat ia bersembahyang. Kerisnya menancap, darah membasahi lantai peseban. Ajaibnya, Syekh Abdullatif tetap hidup.
Keajaiban
Sebelum pergi, Syekh Abdullatif menancapkan lidi kelapa hijau di setiap sudut peseban. Para hulu balang, penasaran, mencoba mencabutnya, namun tak ada yang berhasil. Riak Bakau, dengan kesombongannya, mencabut semua lidi.
Seketika, air menyembur dari lubang bekas lidi, membanjiri dusun Riak Bakau. Penduduk, panik, memanjat pohon. Riak Bakau, dalam amarahnya, mengutuk Syekh Abdullatif.
"Kau telah menghancurkan kerajaanku! Kau akan menyesal!" teriaknya.
Syekh Abdullatif, yang telah jauh, mendengar kutukan itu. Ia berbalik, dan dengan tongkatnya, ia mengarahkan air itu ke hutan bakau di sekitar dusun.
"Karena keserakahan dan kejahatan kalian, kalian akan menjadi bagian dari hutan ini. Kalian akan menjadi kera, penjaga hutan ini, sampai kalian belajar menghargai kehidupan," ucapnya.
Seketika, penduduk Riak Bakau berubah menjadi kera. Mereka melolong, meratapi nasib mereka.
Syekh Abdullatif melanjutkan perjalanan, tiba di lautan luas. Ia menemukan kapal saudagar Cina yang terdampar.
"Tolong kami, Tuan. Kami sudah tujuh hari terdampar, kehabisan makanan dan air," mohon saudagar itu.
Syekh Abdullatif, dengan keajaiban tongkatnya, mengubah air laut di sekitar kapal menjadi tawar dan memunculkan beras dari lesung batu.
"Ini hanya bantuan kecil. Ingatlah, keserakahan hanya membawa petaka," pesannya.
Sebelum pergi, Syekh Abdullatif berpesan, "Jika kalian menemukan pulau dengan peseban berlumuran darah, itu adalah tempatku. Namai tempat itu Keramat Riak, sebagai pengingat akan keserakahan Riak Bakau."
Saudagar Cina, terharu, berjanji akan mengingat pesan itu. Tak lama kemudian, angin bertiup, membawa kapal mereka ke daratan. Mereka menemukan pulau dengan peseban berlumuran darah, dan menamainya Keramat Riak.
Hingga kini, Keramat Riak menjadi saksi bisu keserakahan dan keajaiban. Kera-kera di sana, konon, adalah keturunan penduduk Riak Bakau.
Post a Comment for "CERITA RAKYAT SERAWAI: KERAMAT RIAK"
Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus