KETIKA GAMBAR BERBICARA
Oleh Prof Lizar Alfansi, PhD, MBA.
Keindahan Curup: Dari Fotografi Genta Gunadi hingga Tantangan Pariwisata Indonesia
Membaca buku Catatan Perjalanan Fotografer Genta Gunadi (GG) membuat ingatan saya melayang ke masa silam, ke kota kecil di lereng Bukit Barisan Sumatera, Curup, Bengkulu. GG mengungkapkan keindahan kota kecil itu melalui keindahan panorama alam yang ia bidik, keceriahan anak desa yang bertelanjang dada, dan keluguan senyum seorang inok yang memanggul beronang berisi kopi robusta yang banyak dihasilkan di sekitar Bukit Basah dan Bukit Daun. Foto itu begitu hidup dan menyegarkan ingatan saya tentang lereng Bukit Basah tempat kami bermain ketika kecil sembari memandang keindahan hulu sungai musi yang mengalir.
Fotografer Dunia dari Curup
Tak banyak yang tahu, Curup, dalam bahasa Rejang dan Melayu bermakna air terjun. Kota dingin yang banyak memiliki air terjun yang indah ini secara tak sengaja telah melahirkan tiga fotografer kelas dunia: Adek Berry, penulis Mata Lensa dan jurnalis fotografi kantor berita AFP, Makcik Tenny Schneider diaspora yang sering memamerkan karyanya di Paris dan Zurich, dan Genta Gunadi yang merangkum keindahaan destinasi wisata Indonesia dalam suatu buku fotografi indah yang mungkin belum pernah diterbitkan sebelumnya. Secara tak sengaja, ketiga fotografer itu berasal dari kampung yang sama, Dwitunggal, Curup.
Ketika kecil, mereka bertiga memiliki kebiasaan yang sama: membaca Kho Ping Hoo dan komik. Saya sering berbagi buku Kho Ping Hoo dengan GG dan Adek Berry yang kami sewa dari kios buku kecil di kota kecil Curup. Kami memiliki komunitas penyuka komik. Hudan Hidayat, penulis Orang Sakit dan Nabi Tanpa Wahyu itu yang mengenalkan tradisi membaca ini kepada kami. Mungkin kebiasaan membaca saat kecil ini yang secara tak langsung mengantarkan mereka bertiga menjadi fotografer hebat, fotografer yang bisa mengomunikasikan karya mereka kepada penggemarnya, fotografer yang memiliki “mata”.
Mereka memiliki passion yang sama, meski genre fotografi yang mereka tekuni berbeda. Mereka menekuni karya mereka dengan serius dan menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk menjadi hebat seperti sekarang. Talenta saja mungkin tidak cukup. Kegigihan, kerja keras, dan kecintaan mereka akan fotografi membuat mereka menonjol di dunianya. Keberanian Adek Berry meliput peristiwa bencana dan perang membuat dia populer dalam journalism photography. Kegigihan Makcik Tenny Schneider menelusuri pedalaman Afrika, India, dan belahan bumi lainnya membuat ia begitu hidup dalam “bercerita” human interest orang-orang suku pedalaman yang ia temui. GG, dengan “mata hati”, mengungkapkan keindahan alam nusantara. Ia bisa menangkap pesona alam, keunikan budaya, dan personality orang pedalaman dari Aceh, Bangka Belitung, NTB, hingga Papua dalam satu karya fotografi yang kuat. Di tangan GG, sunset di Benteng Malborough sama indahnya dengan sunset di gurun pasir Dubai atau sunset di Land’s End, England.
Tantangan Pariwisata Indonesia dalam Persaingan Global
Ada yang salah dengan dunia pariwisata Indonesia sehingga kita tidak dapat bersaing dengan negara tetangga dalam mendatangkan turis asing. Dengan keragaman alam, situs bersejarah, dan budaya yang luar biasa, menurut Global Data, kita hanya bisa mendatangkan turis asing sebelum pandemi (2019) sebanyak 13,62 juta. Sementara Singapore, negeri kecil yang tak memiliki potensi alam tetapi mengandalkan MICE dan shopping destination di pariwisata, dapat mendatangkan turis sebanyak 15,9 juta. Thailand, Malaysia, dan Vietnam di tahun yang sama dapat mendatangkan turis asing sebanyak 39,8 juta, 20,1 juta, dan 18 juta. Meski indeks daya saing pariwisata Indonesia naik secara signifikan di tahun 2022 (peringkat 32 dunia dari 117 negara yang disurvey tahun 2021, naik dari peringkat ke 40 di tahun 2019), menurut UNWTO, jumlah turis asing yang datang ke Indonesia di tahun 2021 sebanyak 4,1 juta, sedikit di bawah Thailand dan Malaysia. Angka ini tidak dapat dijadikan indikator kinerja pariwisata karena selama pandemi, 2020-2021, dunia pariwisata internasional merupakan sektor yang paling banyak menderita kerugian, terutama karena adanya larangan bepergian yang diterapkan secara global. Jadi, dampak kenaikan daya saing pariwisata Indonesia hanya bisa dilihat saat pariwisata internasional bangkit lagi, yang diprediksi oleh banyak ahli akan terjadi di tahun 2024.
Karena itu, kita harus berbenah menyambut kepulihan pariwisata internasional. Semua pelaku industri pariwisata harus memperbaiki indikator daya saing pariwisata kita yang tidak baik. Saat yang sama, pelaku pariwisata juga perlu memperhatikan perubahaan perilaku turis yang terjadi selama pandemi berlangsung. Kesehatan dan keamanan akan tetap menjadi kebutuhan mendasar. Bisnis digital, termasuk virtual tourism, akan menjadi model bisnis yang akan tetap berlangsung pasca pandemik. Di samping itu, kita perlu mengenalkan destinasi wisata Indonesia ke dunia internasional. Promosi pariwisata harus dilakukan secara agresif. Buku GG akan menjadi referensi yang berguna untuk mengenalkan pariwisata Indonesia di dunia internasional, seperti Antonio Mario Blanco mengenalkan Bali ke dunia internasional melalui lukisannya.
Bentiring, 3 Oktober 2022.
Lizar Alfansi, guru besar manajemen, Universitas Bengkulu.
Tulisan ini adalah kata sambutan dalam buku Parade Eksotika Wisata Nusantara Nature, People, Culture, Genta Arif gunadi. Diposting pada blog ini telah dengan seizin penulisnya, Prof Lizar Alfansi, PhD, MBA.
Post a Comment for "KETIKA GAMBAR BERBICARA"
Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus