Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CERITA RAKYAT REJANG: TELAU BASOAK

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang raja yang sangat kaya. Ia memiliki kekayaan melimpah, mulai dari ladang yang luas hingga emas dan perak. Sang raja juga memiliki tiga anak perempuan yang sangat ia sayangi. Karena terlalu mencintai mereka, ia selalu menuruti apa pun keinginan mereka, sehingga ketiga putrinya tumbuh menjadi gadis-gadis yang manja.

Namun, takdir berkata lain. Setelah raja meninggal dunia, tak lama kemudian permaisurinya pun menyusul. Tinggallah ketiga bersaudara itu mengurus diri sendiri. Meskipun harta mereka melimpah, mereka tidak terbiasa bekerja. Sedikit demi sedikit, kekayaan yang diwariskan oleh orang tua mereka habis karena dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setelah ladang, rumah, dan barang-barang lain ludes terjual, mereka akhirnya jatuh miskin dan terlunta-lunta.

Sang adik bungsu, Amara, sering merasa sedih melihat keadaan keluarganya. Ia berkali-kali mengingatkan kedua kakaknya untuk mulai bekerja, tetapi nasihatnya selalu diabaikan. Hingga suatu hari, Amara berkata, “Kita tidak bisa hidup seperti ini terus. Kalau tetap begini, kita akan mati kelaparan. Mari kita pergi ke hutan dan membangun kehidupan baru.”

Meskipun enggan, kedua kakaknya, Laila dan Mira, akhirnya setuju. Mereka hanya membawa parang, palu, dan linggis, satu-satunya benda yang tersisa, lalu berangkat ke hutan. Setelah perjalanan panjang, mereka tiba di sebuah tempat yang dianggap cukup aman. Amara berkata, “Di sini saja kita membangun pondok. Jangan terlalu jauh, agar terhindar dari binatang buas.”

Dengan bekerja bersama, mereka berhasil mendirikan sebuah pondok sederhana beratapkan daun puar. Namun, tak lama kemudian, atap itu kering dan bocor. Amara kembali memberikan saran, “Kita ganti saja atapnya dengan daun ilalang. Itu lebih tahan lama. Aku pernah melihat orang-orang ayah dulu menggunakannya untuk kandang sapi.”

Meskipun kedua kakaknya sering mencemooh ide-ide Amara, mereka tetap mengikuti sarannya karena tidak punya pilihan lain. Pondok pun kembali kokoh berdiri.

Pertemuan dengan Raja

Pada suatu hari, seorang raja dari Bukit Besar datang berburu ke hutan itu. Saat sedang mengejar rusa, ia melihat kepulan asap dari kejauhan. “Siapa yang tinggal di sini?” pikir sang raja penasaran. Ia mendekati pondok itu secara diam-diam dan mendengar percakapan di dalamnya.

“Dik, kalau suatu hari kita bisa keluar dari keadaan ini, apa yang kamu inginkan?” tanya Laila, sang kakak sulung.

“Kakak dulu yang menjawab,” balas Amara sopan.

Laila tersenyum dan berkata, “Aku ingin menjadi pembantu raja. Bisa bekerja di istana, makan makanan enak, dan hidup nyaman. Itu saja sudah cukup.”

Mira, kakak kedua, langsung menyahut, “Kalau kakak jadi pembantu raja, aku akan jadi penolongnya. Apa pun yang kakak kerjakan, aku akan membantunya.”

Lalu giliran Amara ditanya. “Bagaimana denganmu, Amara? Apa yang kamu inginkan?”

Amara menjawab dengan suara tenang, “Aku ingin menjadi istri raja.”

Mendengar jawaban itu, Laila dan Mira tertawa keras. “Kau ini sungguh kurang ajar! Hanya gadis kecil dari pondok reyot ini, tapi bermimpi menjadi istri raja!”

Amara hanya tersenyum, tidak ingin memperpanjang pertengkaran. Namun, dari balik semak-semak, sang raja yang mendengar semuanya terkesan dengan keberanian dan ketegasan Amara. “Gadis ini berbeda dari kedua kakaknya,” pikirnya.

Sebelum pergi, sang raja menandai lokasi pondok itu agar ia bisa kembali suatu hari nanti.

Takdir Berpihak pada Amara

Beberapa hari kemudian, raja kembali ke hutan dengan membawa pasukan kecil. Ia mendatangi pondok itu dan memperkenalkan dirinya. Kedua kakak Amara terperangah melihat seorang raja berdiri di depan mereka.

“Aku mendengar percakapan kalian saat berburu,” kata sang raja. “Kalian punya keinginan yang sederhana, tetapi ada satu di antara kalian yang memiliki keberanian besar.”

Raja menatap Amara dan berkata, “Amara, aku ingin memintamu menjadi istriku. Keberanianmu untuk bermimpi besar menunjukkan bahwa kau adalah orang yang bijaksana dan percaya diri.”

Laila dan Mira yang sebelumnya sering meremehkan Amara terkejut mendengar keputusan raja. Mereka sadar bahwa selama ini mereka terlalu meremehkan adik bungsu mereka.

Amara pun menerima lamaran raja. Ia dibawa ke istana dan hidup bahagia sebagai permaisuri. Sementara itu, Laila dan Mira mendapat pekerjaan di istana sesuai dengan keinginan mereka. Ketiga bersaudara itu akhirnya hidup berkecukupan, tetapi mereka tak pernah melupakan pelajaran dari masa sulit mereka: bahwa kerja keras dan kerendahan hati adalah kunci kebahagiaan sejati.


Penaifan:

Cerita rakyat ini ditulis ulang dengan menggunakan Artificial Intelligence






Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "CERITA RAKYAT REJANG: TELAU BASOAK"