MUANG APEM, RITUAL TANAH REJANG YANG TERLUPAKAN
Muang Apem, Ritual Tanah Rejang Yang Terlupakan
Oleh: Gansu Karang Nio
Pada hakikatnya tujuan dari ritual Muang Apem yaitu mengenang peristiwa pada masa lampau yang dipercaya oleh masyarakat di Tanah Rejang. Tentang sebuah dusun yang tenggelam bernama Teras Temambang. Cerita tenggelamnya Teras Temambang ini selain dituturkan, juga banyak ditulis dalam beberapa buku tentang asal-muasal suku bangsa Rejang, serta di dalam Tembo yang menjadi pegangan para keturunan pemimpin tiap marga suku Rejang. Jika ditilik berdasarkan pendapat tersebut, maka masyarakat suku Rejang khususnya yang bermukim di daerah Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, mengadakan kenduri dalam wujud ritual adat sebagai bentuk kesadaran akan rasa syukur nikmat yang diberikan oleh Tuhan dan berdoa supaya dijauhkan dari segala macam bencana.
Beberapa referensi menyebutkan, bahwa ritual Muang Apem diselenggarakan pada 10 Muharam, namun menurut hemat saya penanggalan tersebut dikarenakan adanya pengaruh Islam yang sudah mulai masuk ke daerah masyarakat Rejang pasca patron budaya Hindu-Budha pada zaman dahulu. Dalam hal ini ada faktor eksternal yang membuat struktur ritual Muang Apem tersebut menjadi berubah, contoh terkecil adalah tanggal pelaksanaannya. Dengan kata lain, telah terjadi difusi terhadap ritual Muang Apem, akan tetapi tidak terasimilasi.
Prosesi Muang Apem
Sesampainya warga desa/dusun yang ikut melaksanakan ritual Muang Apem di Sabo, mereka langsung melaksanakan upacara ritual. Di antara warga yang ikut ritual ada beberapa orang anak yang belum akil baligh menggunakan pakaian adat Rejang, mereka dikatakan sebagai anok diwo (anak dewa) menyimbolkan kesucian dan pengharapan. Ritual dipimpin oleh seorang juru kunci atau biasa disebut Tetuai–orang yang dipercaya sebagai pemimpin upacara ritual Muang Apem. Juru Kunci atau Tetuai ini merapalkan doa-doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar terhindar dari marabahaya, musibah, serta bencana.
Anak diwo |
Tetuai Pemimpin Ritual |
Pada ihwalnya Muang Apem merupakan suatu Kedurai (Kenduri). Beberapa tahun belakangan, ritual Muang Apem turut dimeriahkan oleh tarian persembahan/penyambutan tamu agung yang diiringi oleh musik Gung-Kulintang, berikut juga dipertontonkan aksi koreografi dari silek (silat) Tanah Rejang (tentang silat Rejang, lihat tulisan lain di blog ini berjudul Sterlak, Seni Bela Diri Orang Rejang). Puncak dari ritual yakni warga yang sudah berkumpul dan ikut dalam prosesi saat itu, berebut apem yang sudah terkumpul di tengah khalayak kemudian dilemparkan ke segala penjuru sebagai simbol tolak bala.
Tari Persembahan Penyambutan Tamu Agung |
Bagaimana Saat Ini?
Terakhir, saya kira perlu adanya peran Pemerintah beserta Badan Musyawarah Adat (BMA) dalam hal menyokong kegiatan ritual Muang Apem ini sebagai pemangku kebijakan. Secara langsung bisa jadi akan berdampak pada kemajuan pariwisata Sabo di Dusun Bungin yang masih sangat bisa dikembangkan. Saya membayangkan ritual Muang Apem ini menjadi sebuah agenda tahunan di Kabupaten Lebong, guna menarik wisatawan untuk berkunjung. Seperti Festival Tabot di Kota Bengkulu. Semoga.
Post a Comment for "MUANG APEM, RITUAL TANAH REJANG YANG TERLUPAKAN"
Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus