HAL AHWAL HIKAJAT POELAOE2 HINDIA PADA DJAMAN POERBAKALA
FASAL I
PADA MENJATAKAN HAL AHWAL POELAU2 HINDIA PADA ZAMAN POERBAKALA.
Adapoen poelau2 Hindia ini didiami soeatoe bangsa orang, jang bernama bangsa Melajoe, hanja tanah Papoea serta beberapa poelau jang sakelilingnja didoedoeki bangsa Papoea. Lain dari pada poelau jang terseboet itoe tanah Malaka dan poelau2 jang ketjil di benoea Australia dan poelau Madagaskar poen didiami djoega oleh bangsa Melajoe. Maka jang menjalakan, bahoea segala orang itoe sama bangsanja, ialah warna ramboetnja dan roepa moekanja dan beberapa sifat lagi jang sama; tambahan poela bahasa2 orang itoepoen tentoelah sama asalnja, boleh dikatakan saroempoen. Soenggoehpoen orang itoe sabangsa, tetapi adatnja dan kapandaiannja berlainan.
Adapoen hikajat tanah Hindia jaitoe hikajat bangsa2, jang terlebih pandai dan jang terlebih haloes adatnja, sebab ia telah bertjampoer dengan bangsa jang lebih pandai. Maka orang asing jang telah mengobahkan dan membaiki adat lembaga orang Hindia, jaitoe orang Hindoe dan orang Arab dan orang Portoegis dan orang Belanda.
Akan tetapi boekan segala bangsa Hindia berdjinak-djinakan dengan orang asing itoe; ada jang beratoes-ratoes tahoen dibawah hoekoem orang itoe, oepamanja orang Djawa; ada jang djarang bertemoe dengan marika-itoe, ada poela jang tiada berdjoeinpa dengan orang asing itoe. Maka diantara orang jang dibawah hoekoem orang Hindoe ada, jang teroetama mengobahkan adat nenek mojangnja, jaitoe jang dekat kadoedoekan radja Hindoe; tetapi jang djaoeh dari iboe negeri hampir tiada berobah kalakoeannja, sahingga pada abad jang katoedjoehbelas ada lagi di poelau Djawa soeatoe bangsa orang, jang salaloe berpindah2 dengan tiada tetap tempat kadiamannja; bangsa itoe bernama bangsa Kalang.
Hatta, maka perihal orang sini sabeloemnja orang Hindoe datang tinda kita katahoei : agaknja sama halnja dengan bangsa Hindia, jang sakarang lagi bodoh, tetapi marika-itoe soedah pandai djoega menempa besi dan bertanam padi di ladang, karena kata besi dan padi jaitoe kata asali, boekan kata Hindoe; kata itoe lazim pada saloeroeh tanah Hindia; akan tetapi seboetannja tiada sama dalam segala negeri. Oepamanja "besi" dinamai oleh orang Djawa "wesi," oleh orang Batak "besi", oleh orang Harafoera "wasai".
Adapoen agama orang pada zaman poerbakala itoe saperti jang terseboet dibawah ini: Pada sangka orang itoe segala barang bernjawa, baik binatang, baik toemboeh2an, baik batoe dan lain2; ada jang sakti, jaitoe jang amat besar koeasanja, oepamanja pohon kajoe jang besar dan goenoeng2 dan sendjata. Apabila orang mati, maka kahidoepannja diachirat saperti di doenia ini, sebab itoe orang jang kamatian biasanja meletakkan makanan dan perkakas dan sendjata dalam koeboeran, dan lagi diboenoehnja tawanan dan hamba, soepaja njawa orang jang diboenoeh itoe mendjadi hamba njawa orang jang mati itoe.
Demikianlah pikiran orang pada zaman dahoeloe itoe. Soenggoehpoen kabanjakan orang Hindia sakarang soedah lama masoek Islam, tetapi beberapa adatnja asalnja dari pada agama jang lama itoe.
Bermoela; maka tiada kita katahoei, apabila orang Hindoe mendapati tanah Hindia, tambahan lagi tiada djoega tentoe poelau jang mana moela1 disinggahinja; tetapi sapandjang chabar orang pada abad jang kadoea poelau Djawa soedah didoedoeki oleh Hindoe, serta dinamainja Jaba-dioe.
Jaba ertinja endjelai, dioe ertinja tanah; djadi Jaba-dioe ertinja tanah endjelai.
Maka orang Hindoe saolah-olah goeroe kapada orang Hindia, dîadjarkannja roepa2 ilmoe; jang teroetama sakali, jaani: menoelis, main wajang dan gamelan, bersawah, meniboeat djalan, memahat batoe hidoep, memboeat batoe tembok. Oleh karena itoe adat jang kasar dihaloeskan oleh orang Hindoe; akan tetapi orang Hindoe tiada mengadjar orang Hindia dengan sengadja, melainkan orang negeri meniroe pekerdjaan dan adat orang asing itoe.
Adapoen orang Hindoe bertjampoer dengan orang besar2 di tanah Hindia, maka orang banjak dihinakannja amat sangat saperti hamba sahaja, di Hindoestan orang terbahagi atas empat pangkat, jaani:
Pertama: Orang Brahmana; dalam orang jang berpangkat demikian dipilih orang, jang akan mendjadi pandita.
Kadoea: Orang Ksatrija; jaitoe radja1 dan hoeloebalang.
Katiga: Orang Wesja; jaitoe saudagar, pemoekat, orang ladang dan toekang2.
Kaempat: Orang Soedra; jaitoe katoeroenan orang jang taaloek.
Maka atoeran ini dipindahkan oleh orang Hindoe ka tanah Hindia; sebab itoe orang jang kabanjakan dimasoekkannja pangkat Soedra. Pada persangkaan orang Brahmana orang Soedra boekan manoesia; oleh karena itoe memboenoeh orang itoe boekan dosa jang besar.
Sjahdan, maka agama orang Hindoe ada doea matjam jang teroetama sakali, agama Brahma dan agama Boeddha namanja.
Maka menoeroet agama jang pertama itoe dewa Brahma jaitoe pokok saloeroeh isi alam, maka Brahma disertai doea dewa jang besar2, Wishnoe dan Siwa namanja. Adapoen Wishnoe memeliharakan isi alam ; ialah jang mengoeasai hoedjan dan ajar dan oedara. Maka Siwa membinasakan segala sasoeatoe, jang diadakan oleh Brahma; oleh sebab itoe Siwa disamakan orang dengan api dan waktoe: boekankah api membinasakan barang sasoeatoe jang ada, boekankah tiap barang lama kalamaan lapoek atau roesak (Siwa dinamai djoega Kala; kata kala itoe sakarang djoega ertinja waktoe, oepamanja: sediakala, tatkala dan sabagainja)
Soenggoehpoen Brahma dewa jang teroetama sakali, tetapi banjak orang Hindoe menjembah Wishnoe dengan tiada mengendalikan Brahma dan Siwa; ada poela jang menghormati Siwa lebih dari pada dewa jang lain itoe. Adapoen berhala Siwa di poelau Djawa saparonja moekanja haibat, saparonja saperti orang bertapa, maka dewa jang bertapa itoe dinamai orang Djawa Batara Goeroe. Maka isteri Siwa bernama Doerga, tetapi diseboet oleh orang Djawa Lara Djongrang, maka dewa itoe memperanakkan dewa Ganesa, berhalanja saorang orang jang gemoek badannja, kapalanja kapala gadjah akan alamat dewa itoe berboedi dan bidjaksana.
Lain dari pada dewa jang terseboet diatas ini ada lagi jang disembah oleh orang Hindoe, misalnja Soerja, jaitoe dewa jang mengoeasai matahari, dan Indra, jang mendjaga sorga.
Maka adalah soeatoe adat orang jang menjembah Siwa: apabila radja atau orang besar1 mangkai, maka maitnja dibakar, serta segala isteri goendiknja menikam dirinja dengan keris, laloe rebah kadalam api.
Hatta, maka nama agama Boeddha asalnja dari pada orang jang membangoenkan agama itoe +600 tahoen s.b.N.I maka orang itoe anak radja, namanja Gautama, negerinjä di kaki goenoeng Himalaja. Adapoen Gautama doekatjita melihat sangsara manoesia, maka terbitlah niat dalam hatinja hendak membangoenkan agama jang lain. Oleh karena itoe diboeangkannja sakalian kasoekaàn dan kabesarannja, seria ia bertapa enam tahoen lamanja; kemoedian dari pada itoe ia mendjadi fakir dan mengadjarkan agamanja di Hindoestan.
Maka Gautama digelari oleh moeridnja Boeddha, ertinja jang moolia.
Adapoen perkara agama Boeddha jang teroetama sakali, jaani :
Barang siapa jang memboenoeh nafsoenja dan mengasehi segala orang, baik moelia, baik hina, dan lagi dengan soenggoeh2 hati mengampoeni dosa orang jang nienganiaja dia, maka orang iloelah berbahagia.
Djikalau orang manoesia malang oenloengnja, tadapat tiada karena ia berdosa, sabeioemnja ia lahir, sebab sapandjang pikiran Boeddha tiap2 manoesia lahir beberapa kali di doenia ini; apabila ia mati, maka njawanja masoek poela kadalam badan jang lain. Demikianlah njawa itoe berpindah dari saboeah toeboeh kadalam saboeah toeboeh, hingga tiada berdosa sadikit djoeapoen ; kemoedian njawa jang semporna itoe hilang kadalam Brahma, saperti soengai bermoeara di laoet.
Soepaja manoesia salekas-lekasnja merasai selamat itoe, haroeslah diboeangkannja kasoekaan doenia ini, sahingga nafsoe jang djahat tiada timboel dalam hatinja.
Lagi poela Boeddha bendak menghilangkan kaempat pangkat orang di llindoestan, katanja: Segala orang sama pada pemandangan Brahma, barang siapa jang soetji dan loeroes hatinja, ialah jang dikasehi Brahma.
Maka Boeddha biasanja mendapatkan orang jang melarat serta menghiboerkan hatinja.
Ârkian, maka tatkala agama Boeddha dibawa ka tanah Hindia, maka Boeddha soedah lama meninggal; sebab itoe agamanja soedah berobah dan bertjampoer dengan agama jang lain, pada sangka orang, Boeddha jaitoe dewa Wishnoe, jang telah mendjelma.
Sjahdan, maka di tanah Djawa tengah ada tempat sembahjang (tjandi) orang Hindoe, jang endah2, saparonja tjandi Siwa, saparonja tjandi Boeddha; maka tjandi Boeddha jang mashoer sakali, jaitoe tjandi Bäraboedoer di Kedoe; ada poela di Padang Darat dekat Moeara Takoes. Maka kabanjakan tjandi di poelau Djawa didirikan oleh orang, jang menjembah Siwa; jang elok sakali, jaani : tjandi Penataran dekat Blitar, tjandi jang amat banjak di goenoeng Dieng, tjandi Sewoe (Sewoe ertinja sariboe, tetapi dengan sabenarnja tjandi itoe 254 boeah sadja) dekat Prambanan di batas Soerakarta dengan Djogjakarta.
Maka di tanah Djawa sabelah barat tida ada tjandi, hanjalah batoe bersoerat dan berhala, jang boeroek roepanja.
FASAL II
HIKAJAT KARADJAAN2 HINDOE
Bermoela, maka dalam fasal jang dahoeloe soedah ditjeriterakan, bahoea tiada njata pada kita, bilamana orang Hindoe datang dan dimana moela2 tempat kadoedoekannja. Adapoen pokok hikajat, jang menjatakan hal tanah Hindia pada zaman poerbakala, jaitoe soerat dan barang, jang tinggal dari pada masa itoe, oepamanja soerat, jang teroekir pada berhala dan pada batoe dan lojang jang berkeping-keping, ada djoega jang tertjat pada batoe besar di lereng goenoeng. Maka soerat itoe sadikit sadja, serta satengahnja sampai sakarang beloem terfaham ertinja.
Lagi poela ada banjak dongeng dan sjair dari zaman dahoeloe; tetapi tiada berapa goenanja, sebab dalam tjeritera itoe diriwajatkan dewa2 Hindoe dan orang jang sakti, sabagai Ardjoenâ dan Kresjnâ dan Bima. Ada soeatoe tjeritera Djawa, namanja Baron Sakendar; dalam tjeritera itoe terseboetlah hikajat Moer Djang Koen, jaitoe Gouverneur-Generaal Jan Pietersoon Koen, maka soerat itoe dihiasi amat sangat, sahingga berlainan sakali dengan hikajat Toean Besar Are, jang di karangkan oleh orang Belanda.
Maskipoen hikajat jang lama (babad) itoe tiada benar2, tetapi tida ada chabar dari pada zaman dahoeloe jang lain; oleh karena itoe dibawah ini diriwajatkan beberapa karadjaan Hindoe sapandjang babad Djawa itoe.
Alkesah, maka terseboetlah perkataan saorang orang Hindoe, jang bernama Adji Sâkâ. Maka orang itoe memboenoeh radja di Mendang Kamoelan dengan tipoe daja, maka radja itoe raksasa serta biasanja memakan orang dagang, jang masoek kadalam negerinja. Kemoedian Adji Sâkâ mendjadi radja di sitoe, maka terlaloe baik pamerentahannja, dihaloeskannja adat anak boeahnja, dan di adjarkannja tarich Hindoe dan hoeroef Djawa. Adapoen karadjaan Mendang Kamoelan tiada tentoe tempatnja: entah keraton Adji Sâkâ di Blora, entah di Prambanan.
Satelah karadjaan Mendang Kamoelan hilang, maka ada poela beberapa karadjaan jang bertoeroet-toeroet, jaitoe karadjaan Ngastinâ di goenoeng Dieng karadjaan Dâhâ di Madioen, karadjaan Djenggâlâ di kaboepaten Sidâ-ardjâ.
Hatta, maka Radja Djenggâlâ; jang amat mashoer Lemboe Hamiloehoer namanja, pada masa ketjilnja ia beladjar di Hindoestan. Maka poeteranja bernama Pandji Inâ Kertâ Pati; dan mendjadi pangkal beberapa tjeritera wajang; ia dipoedji amat sangat karena beraninja dan kapandaiannja dan bidjaksananja jang tiada berhingga; pada achirnja ia mati kena toembak dalam perang dengan orang Madoera.
Sjahdan, satelah karadjaan Djenggâlâ habis binasa oleh ajar besar dan gempa, maka radja berangkat ka tanah Djawa sabelah barat, laloe di dirikannja karadjaan Pedjadjaran; keratonnja di negeri Giling-Wesi dekat Tji-andjoer. (Sapandjang persangkaan orang jang faham dalam hikajat, di tanah jawa sabelah barat ada doea karadjaan jang bertoeroet-toeroet; radjanja taaloek kapada Maharadja di Mâdjapahit')
Maka kata sahiboe'lhikajat ada saorang anak radja di Pedjadjaran, Raden Tandoeran namanja, maka iapoen dihalaukan oleh adiknja. Maka sakali peristiwa Raden Tandoeran bertemoe dengan saorang orang bertapa, maka orang itoe memberi nasehat kapadanja, katanja : "Apabila Toeankoe mendapati boeah mâdjâ jang pahit rasanja, baiklah Toeankoe momlioeat kota disitoe, nistjaja kota itoe akan mendjadi mashoer pada saloeroeh boemi".— Maka pada soeatoe hari Raden Tandoeran doedoek di bawah pohon kajoe, sambil di makannja boeah mâdjâ; kabetoelan boeah itoe pahit rasanja, sebab itoe Raden Tandoeran, terkenang akan perkataan orang bertapa itoe, laloe disoeroehnja pengiringnja memboeat keraton disitoe, maka keraton itoe mendjadi pangkal Mâdjâpahit.
Sjahdan, maka dalam babad iloepoen di tjeritera kan, bahoea Mâdjâpahit dibangoenkan dalam tahoen 300, akan tetapi parfa zaman ini didapati orang sakeping lojang jang bersoerat, boenjinja: bahoea Maharadja Mâdjâpahit menganoegerakan sabidang tanah kapada saorang manteri pada tahoen 810, djadi tadapat tiada Mâdjâpahit didirikan orang lebih dahoeloe dari pada tahoen 1300.
Adapoen sampai sakarang ada bekas keraton dan tjandi Mâdjâpahit dekat desa Mâdjâ-agoeng di kaboepaten Madjâkertâ. Maskipoen berdjoeta-djoeta batoe tembok soedah diambil orang akan memboeat masdjid dan fabriek goela dan roemah dan djalan, tetapi sakarang ini lagi ada disitoe beriboe-riboe djoeta batoe terserak-serak pada sabidang tanah jang amat loeas. Akan keraton Mahaiadja tembok nja 30 kaki tingginja dan 100 kilometer kelilingnja, astana jang di tengah-tengah 40 kaki tingginja; kira2 300 manteri dan hoeloebalang bersama-sama dengan anak isterinja dan anak boeahnja dan hambanja diam didalam keraton itoe. Lain dari pada keraton radja ada poela beberapn keraton sanak saudara Raginda.
Maka Maharadja memerentah iboe negeri dengan daerahnja sadja; jang salebihnja terbahagi atas beberapa bahagian, masing2 beradja (boepati) sendirinja; maka radja itoe wadjib menghadap Maharadja dan menghantar oepeti sakali satahoen, dan lagi marika itoe membantoe Maharadja dalam perang.
Adapoen orang besar2 dan hoeloebalang dan manteri tiada makan gadji, melainkan dianoegerai Raginda sabidang tanah; tanah itoe dikeidjakan oleh anak boeahnja, maka orang itoe haroes memboeat pekerdjaan negeri (pantjen) serta mempersembahkan sabahagian hasil sawah ladangnja kapada toeannja. Maka orang negeri dikampoengkan oleh kapalanja: ada perkoempoelan 1000 boeah tjatjah (isi roemah); ada jang 100 boeah, ada jang 50 boeah dan ada jang 25 boeah tjatjah.
Maka nama kapala kampoeng orang itoe sakarang djoega dipakai di Sâlâ dan di Djogjâ. (Panewoe (kapala 1000 tjatjah); panatoes (kapala 100 tjatjah); paneket (kapala 50 tjatjah); panglawe (kapala 25 tjatjah).')
Demikianlah pamerentahan dalam segala karadjaan Hindoe serta dalam karadjaan Islam, jang didirikan keiuoedian dari pada itoe di poelau Djawa.
Sabermoela, maka dalam radja2 Hindoe di tanali Hindia tida ada, jang lebih besar dan moelia dari pada Radja2 Mâdjâpahit. Maka kapalnja, baik kapal perang, baik kapal perniagaan berlajar sampai ka Ilindoestan dan ka benoea Tjina poen.
Kalau orang Mâdjâpahit singgah di tanah jang asing, maka atjap kali diboeatnja kampoeng disitoe, diantara kampoeng itoe ada jang mendjadi bandar jang ramai; sebab itoe djadjahan Mâdjâpahit bertambah-tambah lueas.
Sjahdan, maka tanah dan poelau jang taaloek kapada Maharadja di Mâdjâpahit. jaitoe tanah Djawa tengah dan timoer, poelau Bali, poelau Lombok (Selaparang), poelau Soembawa, poelau2 Riau dan Lingga, Djambi, Inderagiri, Palembang, Pasai (teloek Semawe) pantai poelau Beroenai, poelau Banda, poelau Serang (Ceram) dan poelau Ternate.
Maka dalam hikajat Melajoe ditjeriterakan, bahoea Singapoera pada masa itoe amat ramai, maka negeri itoe dibinasakan oleh raajat Mâdjâpahit; serta Radja Singa poera, Seri Iskandar Sjah lari menjeberang solai Singapoera, laloe mendirikan Malaka. Satelah beberapa lamanja maka negeri itoe terlaloe ramai, sahingga' orang dagang banjak berpindah kasitoe, teroetama kampoeng Djawa di Malaka amat loeas.
Hatta, maka pada abad jang kaempatbelas di poelau Pertja tengah adalah saboeah karadjaan Hindoe; akan tetapi barangkali radjanja taaloek kapada radja Djawa sabelah barat; menoeroet batoe bersoerat, jang sakarang lagi ada di Tanah Datar, ada saorang radja, jang bernama Aditia Warman.
Adapoen karadjaan itoepoen diserang oleh balatantara Mâdjâpahit satelah berperang kadoea belah pihak itoe beberapa lamanja, maka ditentoekan oleh orang Melajoe dan orang Djawa, bahoea diadoenja kerbau doea ekoer, maka bangsa orang itoelah menang, jang kerbaunja mengalahkan kerbau jang lain. Kasoedahannja kerbau Melajoe menang, laloe orang Djawa poelang ka negerinja; chabar orang karadjaan Melajoe itoepoen sedjak masa itoe dinamai karadjaan Menangkabau atau Minangkabau.
Dikutip sebagaimana aslinya dari:
Biegman, G.J.F. Enam Belas Tjerita Pada Menjatakan Hikajat Tanah Hindia. Bandar Betawi: Goebernemen. 1894
tekilir lidah baconyo, Kak... wkwkwkkwk...
ReplyDelete