HARIMAU DALAM PANDANGAN ORANG REJANG
Sebuah Kisah
Aku punya seorang tua angkat, yang berkebun di wilayah Bengkulu Tengah saat ini. Dia memang sudah uzur, sekitar 80-an tahun, namun masih begitu sehat dan kuat. Dia sendiri yang mengolah kebun yang cukup luas itu, jauh pula dari desa.
Dikisahkan, dia pernah diminta tolong untuk mengobati seseorang di desa PJ, masih dalam wilayah Bengkulu Tengah. Jarak ke PJ dari kebun dia yang berada dalam wilayah desa KS cukup jauh. Jalan ke desa PJ sangat buruk, untuk kendaraan roda empat hanya golongan jeep bergardan ganda yang bisa melewatinya.
Bagaimana Uwak bisa secepat itu? Dengan apa pula dia ke desa PJ? Siapa yang mengantarnya?
NIK, STABIK
Sikap manusia pada perkembangannya, memandang dunia sebagai suatu kumpulan subyek. Subjek tersebut merupakan pribadi-pribadi berjiwa. Dengan adanya sikap mitis ini munculnya kesadaran keinginan partisipasi terhadap alam, yang kemudian dengan magi manusia pun ingin menguasai alam itu sendiri. Mitis dan magi ini saling berkaitan dalam pelaksanaannya. Mitis ditandai adanya daya kekuatan dan kekuasaan. Bagi manusia primitif, perkataan mempunyai daya magis yang menimbulkan kekuasaan.
Harimau yang terdapat di hutan-hutan di wilayah Rejang mempunyai substansi tersendiri dalam kehidupan masyarakat Rejang. Banyak aspek budaya Rejang tak bisa dilepaskan dari eksistensi harimau.
Rejang merupakan komunitas masyarakat adat terbesar di Provinsi Bengkulu, mendiami sebagian besar Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah dan juga Kota Bengkulu. Juga merupakan salah satu suku bangsa tertua di Sumatera. Bahkan, secara linguistik, bahasa Rejang pun dalam rumpun bahasa Austronesia adalah bahasa yang berdiri sendiri, tidak termasuk dalam rumpun bahasa Melayu.
Dalam buku Strategi Kebudayaan, van Peursen menjelaskan, bahwa binatang-binatang totem sering dianggap sebagai penjelmaan orang-orang sakti terdahulu. Namun ada juga binatang-binatang yang menjadi totem sebagai penghormatan terhadap kekuatan, kegagahan atau kecerdasannya.
Substansi harimau di masyarakat Rejang mendekati dengan apa yang dinyatakan van Peursen itu. Walaupun tidak mengganggap harimau sebagai penjelmaan orang-orang sakti terdahulu, tetapi masyarakat Rejang “takut” kepada harimau. Rasa takut ini kemudian dimanifestasikan dengan timbulnya bermacam tabu untuk harimau tersebut. Karena penyebutan harimau merupakan salah satu tabu, maka harimau disapa dengan kata nieniek atau sebie/sebei (arti kedua kata ini adalah nenek).
Tak dipungkiri, pada hari ini pun masih ada kepercayaan di masyarakat Rejang untuk meminta izin kepada niniek untuk melakukan sesuatu di dalam hutan, yang sekiranya kegiatan itu dikuatirkan akan mengganggu sang nenek. Untuk memasuki kawasan hutan lazim orang-orang akan mengatakan “stabik, niek”.
Pun rasanya, di antara pembaca tentu masih ingat jika pernah mau buang air kecil di dalam hutan akan mengatakan “nek, numpang kencing yo”. Nek (nenek) ini jelas adalah harimau!
Dalam sterlak Rejang dikenal ada 7 harimau utama:
- Sebie Tikis, bersemayam di Suban
- Sebie Bitan, bersemayam di Suban
- Sebie Teet, bersemayam di Suban
- Sebie Kemang, bersemayam di Lubuk Ubar
- Sebie Kumbang Dikarmayang, bersemayam di Gunung Bungkuk
- Sebie Bujang Tunggal, bersemayam di Kesambe Lama dan Gunung Kaba
- Sebie Pengeran Dalam, bersemayam di Bukit Hitam
Tujuh harimau ini merupakan akuan-akuan (pelindung) penting dalam masyarakat Rejang, yang bisa dipanggil pada saat tertentu. Harus dipahami, walaupun masyarakat tradisional Rejang juga mengenal harimau jadi-jadian atau harimau-manusia (cindaku), namun apa yang dimaksud harimau pada tulisan ini adalah harimau sejati!
Dengan masih adanya masyarakat Rejang yang memburu dan membunuh harimau, maka bisa disimpulkan harimau bukan binatang yang disembah. Kesakralan harimau yang kemudian menjadi totem, hanyalah karena pandangan matanya, kesaktian dan kekuatan yang ada pada harimau itu. Ini artinya, harimau tetaplah objek profanis. Harimau tidak di-suci-kan raganya, hanya saja karena sifat esensial pada harimau yang menjadikannya sebagai subyek mitis.
Walaupun tidak melindungi "tubuh" harimau", namun dengan sisi mitisnya, harimau pun masih memiliki tempat yang khusus dalam masyarakat Rejang, yang masih dapat melindungi harimau-harimau dari usaha perburuan. Dengan pandangan ini juga, masyarakat Rejang secara tidak langsung ikut serta dalam upaya penyelamatan dan pelestarian harimau Sumatera, yang terus-menerus berkurang jumlahnya.
Baru tahu, sbgai warga RL sangat mngapresiasi tulisan ini..
ReplyDeleteSemoga bermanfaat
DeleteTerima kasih kunjungannya :)
Semangat terus meneliti tentang Rejang, Kak. Sebagai orang Rejang hormat dan salut buat Kk Emong
ReplyDelete