CERITA RAKYAT SERAWAI: RADEN MISKIN
![]() |
Ilustrasi. by Image Generator ChatGPT |
Di sebuah desa kecil bernama Talang Jeruk, di dekat Muara Sungai Bunakan Dua Ulu Pino, hiduplah seorang pemuda bernama Raden Miskin. Ia tinggal bersama ibunya setelah ayahnya meninggal dunia. Sang ayah adalah adik dari Puyang Raden Penganten, seorang tokoh terhormat di Kota Tinggi.
Namun, kehidupan di tanah kelahirannya tidaklah mudah. Desa mereka berada di bawah kekuasaan Puyang Sakti Tanah Merah, seorang penguasa yang zalim. Rakyat hidup dalam penderitaan, dan keadilan terasa begitu jauh dari jangkauan. Dalam hatinya, Raden Miskin menyimpan tekad: suatu hari ia akan membebaskan rakyat dari tirani ini.
Suatu hari, sebuah surat dari Puyang Biri di Tanggo Raso Ilir Pino tiba untuknya. Surat itu mengabarkan ancaman besar yang tengah dihadapi. Kerajaan Gunung Kembang telah membunuh Puyang Raden Penganten dan kini hendak menyerang Tanggo Raso. Namun, mereka memberikan kesempatan: jika ada yang dapat menjawab empat teka-teki mereka, maka perang dapat dihindari.
Rakyat Betang Hari Pino dicekam ketakutan. Tak seorang pun merasa cukup bijak untuk menjawab tantangan itu. Raden Miskin, dengan keberanian yang membara, menulis surat balasan kepada Puyang Cap Sujian di Tanggo Raso.
"Jika Puyang Cap Sujian mengizinkan," tulisnya, "saya, Raden Miskin, bersedia menjawab teka-teki dari Gunung Kembang dan memenangkan pertaruhan ini."
Kabar ini membawa harapan baru. Puyang Cap Sujian, yang awalnya putus asa, kini melihat secercah cahaya. Tanpa ragu, ia mengundang Raden Miskin dan rombongannya untuk datang ke Tanggo Raso.
Ketika Raden Miskin tiba, ia disambut dengan penuh kehormatan. Namun, di seberang perbatasan, pasukan Gunung Kembang sudah menanti. Mereka menertawakan Raden Miskin yang masih muda dan menganggapnya tak lebih dari seorang bocah ingusan.
"Jadi, anak kecil ini yang hendak menantang kecerdasan kami?" salah satu prajurit Gunung Kembang tertawa.
"Hati-hati dengan kata-katamu," sahut Raden Miskin tenang. "Kadang yang kecil bisa mengalahkan yang besar."
Tantangan pertama pun dimulai. Gunung Kembang mengajukan pertarungan kerbau. Mereka menghadirkan seekor kerbau besar, kuat, dan bertanduk tajam. Raden Miskin hanya meminta seekor anak kerbau yang masih menyusui dan menyiapkannya tanpa makanan selama dua hari. Pisau kecil beracun diikatkan di kepalanya, dekat hidungnya.
Ketika pertarungan dimulai, kerbau besar mendekati anak kerbau. Namun, si anak kerbau yang kelaparan justru berlari ke arah lawannya, mengira itu induknya. Saat mencoba menyusu, pisau yang terikat di kepalanya menusuk perut kerbau besar itu. Raksasa itu roboh, terluka parah, dan akhirnya mati.
Kemenangan pertama diraih oleh Raden Miskin.
Tantangan kedua pun diajukan. Mereka menyodorkan sebatang kayu sepanjang satu meter, meminta Raden Miskin menentukan ujung dan pangkalnya. Kayu itu tampak simetris, tidak ada tanda yang bisa membedakan.
Tanpa ragu, Raden Miskin membawa kayu itu ke sungai dan meletakkannya di air. Bagian yang lebih tenggelam adalah pangkalnya, karena lebih berat.
![]() |
Ilustrasi. by Image Generator ChatGPT |
"Jawabanmu benar!" seru salah satu prajurit Gunung Kembang dengan wajah tak percaya.
Tantangan ketiga diajukan. Seorang dari Gunung Kembang meminta penyelesaian masalah utang. Mereka berkata, "Jika daging punggung hanya satu kail, bagaimana cara membawanya tanpa boleh dipotong?"
Raden Miskin tersenyum. "Mudah. Daging itu harus dibawa tanpa dipotong, kurang tak boleh disambung, lebih tak boleh dihilangkan. Satu-satunya cara adalah membawanya di tempatnya—biarkan daging tetap di punggung orang itu."
Gunung Kembang terdiam. Jawaban itu benar dan tak terbantahkan.
Tantangan terakhir pun diajukan. Mereka membawa dua ekor burung dalam satu sangkar dan meminta Raden Miskin menentukan mana yang jantan dan mana yang betina tanpa menyentuhnya.
Raden Miskin membuka sangkar itu. Dua ekor burung itu diam sejenak, lalu salah satunya terbang lebih dahulu, sementara yang lain menyusul setelahnya.
"Burung yang terbang lebih dahulu adalah jantan. Yang tinggal lebih lama adalah betina," ujarnya yakin.
Sorak sorai menggema di Tanggo Raso. Pasukan Gunung Kembang harus mengakui kekalahan mereka. Mereka pun terpaksa menyerahkan harta mereka sebagai taruhan dan mundur dari wilayah itu. Sebagian dari mereka yang tak bisa kembali menetap di tepi sungai dan mulai bercocok tanam serta memelihara kerbau.
Namun, Puyang Cap Sujian tak ingin meninggalkan ancaman di dekat wilayahnya. Ia memerintahkan pasukannya mengejar sisa-sisa orang Gunung Kembang. Mereka lari ke arah sungai dan menanam kunyit, yang kemudian membuat wilayah itu dikenal sebagai Air Sekunyit.
Saat pengejaran berlanjut, mereka mencapai pasar Manna. Saat menyeberangi sungai, tanduk salah satu kerbau Gunung Kembang terlepas dan jatuh ke air. Sungai itu kemudian dinamakan Air Sarak.
Setelah kemenangan itu, Puyang Cap Sujian kembali ke Tanggo Raso dengan penuh kejayaan. Namun, Raden Miskin tidak pulang ke Muara Sungai Bunakan. Ia memilih untuk tetap tinggal bersama rakyat di Batang Hari Pino, membangun kehidupan baru, dan memastikan tanah itu tetap bebas dari kezaliman.
Sejak saat itu, nama Raden Miskin tidak hanya dikenang sebagai seorang pemuda cerdas, tetapi juga sebagai pahlawan yang menyelamatkan negerinya dari ancaman Gunung Kembang.
Post a Comment for "CERITA RAKYAT SERAWAI: RADEN MISKIN"
Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus